Minggu, 08 Januari 2012

ASKEP DENGAN GIPS


ASKEP PASIEN TERPASANG GIPS

PENDAHULUAN
Gips merupakan alat fiksasi untuk penyembuhan patah tulang. Gips memiliki sifat menyerap air dan bila itu terjadi akan timbul reaksi eksoterm dan gips akan menjadi keras. Sebelum menjadi keras, gips yang lembek dapat dibalutkan melingkari sepanjang ekstremitasdan dibentuk sesuai dengan bentuk ekstremitas. Gips yang dipasang melingkari ekstremitas disebut gipas sirkuler sedangkan jika gips dipasang pada salah satu sisi ekstremitas disebut gips bidai.

TINJAUAN TENTANG GIPS
Gips dalam bahasaa latin disebut kalkulus, dalam bahasa ingris disebut plaster of paris , dan dalam belanda disebut gips powder. Gips merupakan mineral yang terdapat di alam berupa batu putih tang mengandung unsur kalsium sulfat dan air. Gips adalah alat imobilisasi eksternal yang kaku yang di cetak sesuai dengan kontur tubuh tempat gips di pasang (brunner & sunder, 2000)

Gips adalah balutan ketat yang digunakan untuk imobilisasi bagian tubuh dengan mengunakan bahan gips tipe plester atau fiberglass (Barbara Engram, 1999).

Jadi gips adalah alat imobilisasi eksternal yang terbuat dari bahan mineral yang terdapat di alam dengan formula khusus dengan tipe plester atau fiberglass.

Indikasi pemasangaan gips adalah pasien dislokasi sendi , fraktur, penyakit tulang spondilitis TBC, pasca operasi, skliosis, spondilitis TBC, dll

A. Jenis-jenis Gips
Kondi si yang ditangani dengan gips menentukan jenis dan ketebalangips yang dipasang. Jenis-jenis gips sebagai berikut:
1. Gips lengan pendek. Gips ini dipasang memanjang dari bawah siku sampai lipatan telapak tangan, dan melingkar erat didasar ibu jari
2. Gips lengan panjang. Gips ini dipasang memanjang. Dari setinggi lipat ketiak sampai disebelah proxsimal lipatan telapak tangan. Siku biasanya di imobilisasi dalam posisi tegak lurus.
3. Gips tungkai pendek. Gi[s ini dipasang memanjang dibawah lutut sampai dasar jari kaki, kaki dalam sudut tegak lurus pada posisi netral,
4. Gips tungkai panjang, gips ini memanjang dari perbatasan sepertiga atas dan tengah paha sampai dasar jari kaki, lutut harus sedikit fleksi.
5. Gips berjalan. Gips tungkai panjang atau pendek yang dibuat lebih kuat dan dapat disertai telapak untuk berjalan
6. Gips tubuh. Gips ini melingkar di batang tubuh
7. Gips spika.gipsini melibatkan sebagian batang tubuh dan satu atau dua ekstremitas (gips spika tunggal atau ganda)
8. Gips spika bahu. Jaket tubuh yang melingkari batang tubuh, bahu dan siku
9. Gips spika pinggul. Gips ini melingkari batang tubuh dan satu ekstremitas bawah (gips spika tunggal atau ganda)

B. Bahan-bahan gips meliputi:
1. Plester.
Gips pembalut dapat mengikuti kontur tubuh secara halus . gulungan krinolin diimregasi dengan serbuk kalsium sulfat anhidrus ( Kristal gypsum ). Jika basah terjadi reaksi kristalisasi dan mengeluarkan panas. Kristalisasi menghasilkan pembalut yang kaku . kekuatan penuh baru tercapai setelah kering , memerlukan waktu 24-72 jam untuk mongering. Gips yang kering bewarna mengkilap , berdenting, tidak berbau,dan kaku, sedangkan gips yang basah berwarna abu-abu dan kusam, perkusinya pekak, terba lembab, dan berbau lembab.

2. Nonplester.
    Secara umum berarti gips fiberglass, bahan poliuretan yang di aktifasi air ini mempunyai sifat yang sama dengan gips dan mempunyai kelebihan karna lebih ringan dan lebih kuat, tahan air dan tidak mudah pecah.di buat dari bahan rajuutan terbuka, tidak menyerap, diimpregnasi dengan bahan pengeras yang dapat mencapai kekuatan kaku penuhnya hanya dalam beberapa menit.



3. Nonplester
Berpori-pori, sehingga masalah kulit dapat di hindari . gips ini tidak menjadi lunak jika terkena air,sehingga memungkinkan hidro terapi. Jika basah dapat dikeringkan dengan pengering rambut.

C. Tujuan pemasangan gips
1. Imobilisasi kasus dislokasi sendi
2. Fiksasi fraktur yang telah di reduksi
3. Koreksi cacat tulang
4. Imobilisasi padakasus penyakit tulang setelah dilakukan operasi
5. Mengoreksi deformitas

D. Pemasangan gips
Persiapan alat –alat untuk pemasangan gips:
1. Bahan gips dengan ukuran sesuai ekstremitas tubuh yang akan di gips
2. Baskom berisi air biasa (untuk merendam gips)
3. Baskom berisi air hangat
4. Gunting perban
5. Benkok
6. Perlak dan alasnya
7. Waslap
8. Pemotong gips
9. Kasa dalam tempatnya
10. Alat cukur
11. Sabun dalam tempatnya
12. Handuk
13. Krim kulit
14. Spons rubs ( terbuat dari bahan yang menyerap keringat)
15. Padding (pembalut terbuat dari bahan kapas sintetis)


Teknik pemasangan gips, yaitu:
1. Siapkan pasien dan jelaskan pada prosedur yang akan dikerjakan
2. Siapkan alat-alat yang akandigunakan untuk pemasangan gips
3. Daerah yang akan di pasang gips dicukur, dibersihkan,dan di cuci dengan sabun, kemudian dikeringkan dengan handuk dan di beri krim kulit
4. Sokong ekstremitas atau bagian tubuh yang akan di gips.
5. Posisikan dan pertahankan bagian yang akan di gips dalam posisi yang di tentukan dokter selama prosedur
6. Pasang spongs rubs(bahan yang menyerap keringat) pada bagian tubuh yang akan di pasang gips, pasang dengan cara yang halus dan tidak mengikat. Tambahkan bantalan di daerah tonjolan tulang dan pada jalur saraf.
7. Masukkan gips dalam baskom berisi air, rendam beberapa saat sampai gelembung-gelembung udara dari gips habis keluar. Selanjutnya, diperas untuk mengurangi air dalam gips.
8. Pasang gips secara merata pada bagian tubuh. Pembalutan gips secara melingkar mulai dari distal ke proksimal tidak terlalu kendor atau ketat. Pada waktu membalut, lakukan dengan gerakan bersinambungan agar terjaga ketumpangtidihan lapisan gips. Dianjurkan dalam jarak yang tetap (kira-kira 50% dari lebar gips) Lakukan dengan gerakan yang bersinambungan agar terjaga kontak yang konstan dengan bagian tubuh.
9.     Setelah pemasangan, haluskan tepinya, potong serta bentuk dengan pemotong gips.
10.   Bersihkan Partikel bahan gips dari kulit yang terpasang gips.
11. Sokong gips selama pergeseran dan pengeringan dengan telapak tangan. Jangan diletakkan pada permukaan keras atau pada tepi yang tajam dan hindari tekanan pada gips.


E. Pelepasan gips
Alat yang di gunakan untuk pelepasan gips
1. Gergaji listrik/pemotong gips
2. Gergaji kecil manual
3. Gunting besar
4. Baskom berisi air hangat
5. Gunting perban
6. Bengkok dan plastic untuk tempat gips yang di buka
7. Sabun dalam tempatnya
8. Handuk
9. Perlak dan alasnya
10. Waslap
11. Krim atau minyak

Teknik pelepasan gips, antara lain:
1. Jelaskan pada pasien prosedur yang akan dilakukan
2. Yakinkan pasien bahwa gergaji listrik atau pemotong gips tidak akan mengenai kulit
3. Gips akan di belah dengan menggunakan gergaji listrik
4. Gunakan pelindung mata pada pasien dan petugas pemotong gips
5. Potong bantalan gips dengan gunting
6. Sokong bagian tubuh ketika gips di lepas
7. Cuci dan keringkan bagian yang habis di gips dengan lembut oleskan krim atau minyak
8. Ajarkan pasien secara bertahap melakukan aktifitas tubuhsesuai program terapi
9. Ajarkan pasien agar meninggikan ekstremitas atau mengunakan elastic perban jika perlu untuk mengontrol pembengkakan

F. Konsep asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian secara umum perlu di lakukan sebelum pemasangan gips terhadap gejala dan tanda, status emosional, pemahaman tujuan pemasangan gips, dan kondisi bagian tubuh yang akan di pasang gips. Pengkajian fisik bagian tubuh yang akan di gips meliputi status neurovaskuler, lokasi pembengkakan, memar , dan adanya abrasi. Data yang perlu di kaji pasien setelah gips di pasang meliputi:
a. Data subyektif: adanya rasa gatal atau nyeri ,keterbatasan gerak, dan rasa panas pada daerah yang di pasang gips
b. Data obyektif: apakah ada luka di bagian yang akan digips. Misalnya luka operasi , luka akibat patah tulang; apakah ada sianosis;apakah ada pendarahan ;apakah ada iritasi kulit;apakah atau bau atau cairan yang keluar dari bagian dari bagian tubuh yang di gips.

2. Diagnosis keperawatan
Berdasarkan data pengkajian, diagnosis keperawatan utama pada pasien yang menggunakan gips meliputi:
a. Cemas yang berhubungan dengan kurangnya pengetahuan prosedur pemasangan gips
b. Gangguan rasa nyeri yang berhubungan dengan terpasangnya gips
c. Keterbatasan pemenuhan kebutuhandiri yang berhubungan dengan terpasangnya gips
d. Gangguan eleminasi fekal yang berhubungan dengan imobilisasi
e. Kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan adanya penekanan akibat pemasangan gips
f. Resiko tinggi cedera yang berhubungan dengan pemasangan gips pada tungkai
g. Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan pemasangan gips
h. Resiko tinggi perubahan perfusi jaringan ferifer yang berhubungan dengan respons fisiologis terhadap cederta atau gips restriksi.

3. Intervensi dan implement tasi keperawatan
Intervensi dan implementasi keperawatan yang dilakukan sesuai dengan diagnosis yang ditemukan.

4. Evaluasi keperawatan
Intervensi dan implementtasi keperawatan :
1. Cemas berkurang pasien dapat beradaptasi dengan keadaannya
a) Menunjukan ketenangan
b) Mampu mengekspresikan keadaann ya
c) Menggunakan koping positif

2. Klien melaporkan nyeri berkurang
a) Meninggikan ekstremitas yang digips
b) Mereposisi sendiri
c) Menggunakan analgesic sesuai pogram

3. Kebutuhan diri terpenuhi dengan maksimal
a) Berpartisipasidalam aktivitas pemenuhan kebutuhan diri
b) Melakukan aktivitas higine secara mandiri dengan bantuan minimal
c) Memenuhi kebutuhan eleminasisecara mandiri dengan bantuan minimal
d) Memenuhim kebutuhan nutrisi secara mandiri dengan bantuan minimal

4. Eleminasi fekal teratur
a) Menunjukan kemampuan mobilisasi
b) Makan tinggi serat
c) Asupan cairan 2500 cc per hari
d) Konsistensi feses lunak

5. Memperlihatkan tidak terjadinya gangguan integritas kulit
a) Tidak menunjukan tanda infeksi sistemik kulit
b) Tidak menunjukan tanda local infeksi kulit
c) Memperlihatkan kulit yang utuh saat gips dibuka
d) Kulit tidak ada kemerahan dan lecet

6. Tidak terjadi cedera
a) Melakukan aktivitas secara bertahap
b) Menunjukan penggunaan alat bantu saat aktivitas

7. Memperlihatkan peninggatan kemampuan mobilitas
a) Menggunakan alat bantu yang aman
b) Berlatih untuk meningkatkan kekuatan otot
c) Mengubah posisi sesering mungkin
d) Melakukan latihan sesuai kisaran gerakan sendi yang tidak tertutup gips

8. Pemahaman program terapi
a) Meninggikan ekstremitas yang terpasang gips
b) Menjaga gips tetap kering
c) Tetap melakukan tindak lanjut atau mengadakan perjanjian dengan dokter

9. Peredaran darah adekuat pada ekstremitas yang sakit
a) Memperlihatkan warna dan suhu kulit yang normal
b) Mengalami pembekakan yang minimal
c) Memperlihatkan waktu pengisian kapiler yang memuaskan ketika diuji




DAFTAR PUSTAKA
1. Suratun dkk (2008). Klien Gangguan Sistem Muskuloskeletal SAK. Jakarta:penerbit buku kedokteran
EGC
2. Andaners.wordpress.com
3. http://id.shvoong.com/medicine-and-health/1959026-imobilisasi-gips/ tgl 13 April 2010

Kamis, 15 Desember 2011

ASKEP STROKE

LAPORAN PENDAHULUAN STROKE

1.      Definisi
Secara umum gangguan pembuluh darah otak atau stroke merupakan gangguan sirkulasi serebral. Merupakan suatu gangguan neurologik fokal yang dapat timbul sekunder dari suatu proses patologis pada pembuluh darah serebral, misalnya trombosis, embolus, ruptura dinding pembuluh atau penyakit vascular dasar, misalnya aterosklerosis, arteritis, trauma, aneurisme dan kelainan perkembangan.

Stroke dapat juga diartikan sebagai gangguan fungsional otak yang bersifat :
Ø  Fokal dan atau global
Ø  Akut
Ø  Berlangsung antara 24 jam atau lebih
Ø  Disebabkan gangguan aliran darah otak
Ø  Tidak disebabkan karena tumor/infeksi

Stroke dapat digolongkan sesuai dengan etiologi atau dasar perjalanan penyakit. Sesuai dengan perjalanan penyakit ,stroke dapat dibagi menjadi tiga jenis, yaitu :
a.       Serangan iskemik sepintas/ TIA ( Trans Iskemik Attack) gangguan neurologis setempat yang terjadi selama beberapa menit sampai beberapa jam saja. Gejala yang timbul akan hilang dengan spontan dan sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam.
b.      Progresif/ inevolution (stroke yang sedang berkembang) stroke yang terjadi masih terus berkembang dimana gangguan neurologis terlihat semakin berat dan bertambah buruk. Proses dapat berjalan 24 jam atau beberapa hari.
c.       Stroke lengkap/completed : gangguan neurologis maksimal sejak awal serangan dengan sedikit perbaikan. Stroke dimana deficit neurologisnya pada saat onset lebih berat, bisa kemudian membaik/menetap.



2.      Klasifikasi Berdasarkan Patologis
a.       Stroke haemorhagic: stroke yang terjadi karena pembuluh darah di otak pecah sehingga timbul iskhemik dan hipoksia di hilir. Penyebab stroke hemoragi antara lain: hipertensi, pecahnya aneurisma, malformasi arteri venosa. Biasanya kejadiannya saat melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat istirahat. Kesadaran pasien umumnya menurun.
b.      Stroke non haemorhagic: dapat berupa iskemia atau emboli dan thrombosis serebral, biasanya terjadi saat setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari. Tidak terjadi perdarahan namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder . Kesadaran umummnya baik.

3.      Etiologi  
Beberapa keadaan dibawah ini dapat menyebabkan stroke antara lain:
a. Thrombosis Cerebral.
Thrombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapa menimbulkan oedema dan kongesti di sekitarnya.Thrombosis biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau bangun tidur. Hal ini dapat terjadi karena penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan darah yang dapat menyebabkan iskemi serebral.Tanda dan gejala neurologis seringkali memburuk pada 48 jam sete;ah thrombosis.

Beberapa keadaan dibawah ini dapat menyebabkan thrombosis otak :
v  Atherosklerosis
Atherosklerosis adalah mengerasnya pembuluh darah serta berkurangnya kelenturan atau elastisitas dinding pembuluh darah. Manifestasi klinis atherosklerosis bermacam-macam. Kerusakan dapat terjadi melalui mekanisme berikut :
·         Lumen arteri menyempit dan mengakibatkan berkurangnya aliran darah.
·         Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadi thrombosis.
 Merupakan tempat terbentuknya thrombus, kemudian melepaskan kepingan thrombus (embolus).
·         Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma kemudian robek dan terjadi perdarahan.
v  Hypercoagulasi pada polysitemia
Darah bertambah kental , peningkatan viskositas /hematokrit meningkat dapat melambatkan aliran darah serebral.
v  Arteritis( radang pada arteri )

a.       Emboli 
Emboli serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari thrombus di jantung yang terlepas dan menyumbat sistem arteri serebral. Emboli tersebut berlangsung cepat dan gejala timbul kurang dari 10-30 detik. Beberapa keadaan dibawah ini dapat menimbulkan emboli :
·         Katup-katup jantung yang rusak akibat Rheumatik Heart Desease.(RHD).
·         Myokard infark
·         Fibrilasi,Keadaan aritmia menyebabkan berbagai bentuk pengosongan ventrikel sehingga darah terbentuk gumpalan kecil dan sewaktu-waktu kosong sama sekali dengan mengeluarkan embolus-embolus kecil.
·         Endokarditis oleh bakteri dan non bakteri, menyebabkan terbentuknya gumpalan-gumpalan pada endocardium.
b.      Haemorhagic
Perdarahan intrakranial atau intraserebral termasuk perdarahan dalam ruang subarachnoid atau kedalam jaringan otak sendiri. Perdarahan ini dapat terjadi karena atherosklerosis dan hypertensi. Akibat pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan perembesan darah kedalam parenkim otak yang dapat mengakibatkan penekanan, pergeseran dan pemisahan jaringan otak yang berdekatan ,sehingga otak akan membengkak, jaringan otak tertekan, sehingga terjadi infark otak, oedema, dan mungkin herniasi otak.


Penyebab perdarahan otak yang paling lazim terjadi :
·         Aneurisma Berry,biasanya defek kongenital.
·         Aneurisma fusiformis dari atherosklerosis.
·         Aneurisma myocotik dari vaskulitis nekrose dan emboli septis.
·         Malformasi arteriovenous, terjadi hubungan persambungan pembuluh darah arteri, sehingga darah arteri langsung masuk vena.
·         Ruptur arteriol serebral, akibat hipertensi yang menimbulkan penebalan dan degenerasi pembuluh darah.

c.       hipoksia umum
ü  Hipertensi yang parah.
ü  Cardiac Pulmonary Arrest
ü  Cardiac output turun akibat aritmia

d.      Hipoksia setempat
ü  Spasme arteri serebral , yang disertai perdarahan subarachnoid.
ü  Vasokontriksi arteri otak disertai sakit kepala migrain.

4.      Faktor Predisposisi/Faktor Pencetus
Faktor-faktor resiko stroke dapat dikelompokan sebagai berikut :
a.       Akibat adanya kerusakan pada arteri, yairtu usia, hipertensi dan DM.
b.      Penyebab timbulnya thrombosis, polisitemia.
c.       Penyebab emboli MCI. Kelainan katup, heart tidak teratur atau jenis penyakit jantung lainnya.
d.      Penyebab haemorhagic, tekanan darah terlalu tinggi, aneurisma pada arteri dan penurunan faktor pembekuan darah (leukemia, pengobatan dengan anti koagulan).
e.       Bukti-bukti yang menyatakan telah terjadi kerusakan pembuluh darah arteri sebelumnya : penyakit jantung angina, TIA., suplai darah menurun pada ektremitas.



5.      Tanda dan Gejala
Stroke menyebabkan defisit nuurologik, bergantung pada lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adekuat dan jumlah aliran darah kolateral. Stroke akan meninggalkan gejala sisa karena fungsi otak tidak akan membaik sepenuhnya.
a.       Kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh (hemiparese atau hemiplegia)
b.      Lumpuh pada salah satu sisi wajah “Bell’s Palsy
c.       Tonus otot lemah atau kaku
d.      Menurun atau hilangnya rasa
e.       Gangguan lapang pandang “Homonimus Hemianopsia”
f.       Gangguan bahasa (Disatria: kesulitan dalam membentuk kata; afhasia atau disfasia: bicara defeksif/kehilangan bicara)
g.      Gangguan persepsi
h.      Gangguan status mental

6.      Faktor resiko

a.   Yang tidak dapat dikendalikan:
Ø  Umur,
Ø  Faktor familial dan
Ø  Ras
b.   Yang dapat dikendalikan:
Ø  Hipertensi,
Ø  Penyakit kardiovaskuler (penyakit arteri koronaria, gagal jantung kongestif, hipertrofi ventrikel kiri, fibrilasi atrium, penyakit jantung kongestif),
Ø  Kolesterol tinggi,
Ø  Obesitas,
Ø  Kadar hematokrit tinggi,
Ø  Diabetes,
Ø  Kontrasepsi oral,
Ø  Merokok,
Ø  Penyalahgunaan obat,
Ø  Konsumsi alcohol.

7.      Patofisiologi
Otak sangat tergantung kepada oksigen, bila terjadi anoksia seperti yang terjadi pada stroke di otak mengalami perubahan metabolik, kematian sel dan kerusakan permanen yang terjadi dalam 3 sampai dengan 10 menit (non aktif total). Pembuluh darah yang paling sering terkena ialah arteri serebral dan arteri karotis Interna.

Adanya gangguan peredaran darah otak dapat menimbulkan jejas atau cedera pada otak melalui empat mekanisme, yaitu :
Ø  Penebalan dinding arteri serebral yang menimbulkan penyempitan sehingga aliran darah dan suplainya ke sebagian otak tidak adekuat, selanjutnya akan mengakibatkan perubahan-perubahan iskemik otak.
Ø  Pecahnya dinding arteri serebral akan menyebabkan bocornya darah ke kejaringan (hemorrhage).
Ø  Pembesaran sebuah atau sekelompok pembuluh darah yang menekan jaringan otak.
Ø  Edema serebri yang merupakan pengumpulan cairan di ruang interstitial jaringan otak.

Konstriksi lokal sebuah arteri mula-mula menyebabkan sedikit perubahan pada aliran darah dan baru setelah stenosis cukup hebat dan melampaui batas kritis terjadi pengurangan darah secara drastis dan cepat. Oklusi suatu arteri otak akan menimbulkan reduksi suatu area dimana jaringan otak normal sekitarnya yang masih mempunyai pendarahan yang baik berusaha membantu suplai darah melalui jalur-jalur anastomosis yang ada. Perubahan awal yang terjadi pada korteks akibat oklusi pembuluh darah adalah gelapnya warna darah vena, penurunan kecepatan aliran darah dan sedikit dilatasi arteri serta arteriole. Selanjutnya akan terjadi edema pada daerah ini. Selama berlangsungnya perisriwa ini, otoregulasi sudah tidak berfungsi sehingga aliran darah mengikuti secara pasif segala perubahan tekanan darah arteri.. Berkurangnya aliran darah serebral sampai ambang tertentu akan memulai serangkaian gangguan fungsi neural dan terjadi kerusakan jaringan secara permanen.











Skema Patofisiologi

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjuMxdBwEjL4hX_cnBHZRA6kILFuEBZYL1hloceWQqb38kseXuA_M39OwrNXjwEo-8g8UDBi6f_JnuyWq1OrHyTHBfCubfQx41CC7eekgceQLo2kExolQoFmNBCp7GiPLluWpPPFo-6KuQ/s320/Untitled+4.jpg

Sumber : Satyanegara, 1998 (Wanhari, 2008).


8.      Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada penyakit stroke menurut Smeltzer & Bare (2002) adalah:
Ø  Hipoksia serebral, diminimalkan dengan memberi oksigenasi darah adekuat ke otak. Fungsi otak bergantung pada ketersediaan oksigen yang dikirimkan ke jaringan. Pemberian oksigen suplemen dan mempertahankan hemoglobin serta hematokrit pada tingkat dapat diterima akan membantu dalam mempertahankan oksigenasi jaringan.
Ø  Penurunan aliran darah serebral, bergantung pada tekanan darah, curah jantung, dan integritas pembuluh darah serebral. Hidrasi adekuat (cairan intrvena) harus menjamin penurunan viskositas darah dan memperbaiki aliran darah serebral. Hipertensi dan hipotensi ekstrim perlu dihindari untuk mencegah perubahan pada aliran darah serebral dan potensi meluasnya area cedera.
Ø  Embolisme serebral, dapat terjadi setelah infark miokard atau fibrilasi atrium atau dapat berasal dari katup jantung prostetik. Embolisme akan menurunkan aliran darah ke otak dan selanjutnya akan menurunkan aliran darah serebral. Disritmia dapat mengakibatkan curah jantung tidak konsisten dan penghentian trombus lokal. Selain itu, disritmia dapat menyebabkan embolus serebral dan harus diperbaiki.

9.      Penatalaksanaan Medis
Penatalaksaan medis menurut menurut Smeltzer & Bare (2002) meliputi:
v  Diuretik untuk menurunkan edema serebral yang mencapai tingkat maksimum 3 sampai 5 hari setelah infark serebral.
v  Antikoagulan untuk mencegah terjadinya thrombosis atau embolisasi dari tempat lain dalam sistem kardiovaskuler.
v  Antitrombosit karena trombosit memainkan peran sangat penting dalam pembentukan thrombus dan embolisasi. 

10.  Pemeriksaan Diagnostik
Menurut (Doenges dkk, 1999) pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan pada penyakit stroke adalah:
v  Angiografi serebral: membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti perdarahan, obstruksi arteri atau adanya titik oklusi/ ruptur.
v   CT-scan: memperhatikan adanya edema, hematoma, iskemia, dan adanya infark.
v  Pungsi lumbal: menunjukkan adanya tekanan normal dan biasanya ada thrombosis, emboli serebral, dan TIA (Transient Ischaemia Attack) atau serangan iskemia otak  sepintas. Tekanan meningkat dan cairan yang mengandung darah menunjukkan adanya hemoragik subarakhnoid atau perdarahan intra kranial. Kadar protein total meningkat pada kasus thrombosis sehubungan dengan adanya proses inflamasi.
v  MRI (Magnetic Resonance Imaging): menunjukkan daerah yang mengalami infark, hemoragik, dan malformasi arteriovena.
v  Ultrasonografi Doppler: mengidentifikasi penyakit arteriovena.
v  EEG (Electroencephalography): mengidentifikasi penyakit didasarkan pada gelombang otak dan mungkin memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.
v  Sinar X: menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah yang berlawanan dari massa yang meluas, kalsifikasi karotis interna terdapat pada thrombosis serebral.











Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

1.      Pengkajian
Pengkajian adalah langkah awal dan dasar bagi seorang perawat dalam melakukan pendekatan secara sistematis untuk mengumpulkan data dan menganalisa, sehingga dapat diketahui kebutuhan klien tersebut. Pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan membantu menentukan status kesehatan dan pola pertahanan klien serta memudahkan menentukan status kesehatan dan pola pertahanan klien serta memudahkan dalam perumusan diagnosa keperawatan (Doenges dkk, 1999).

 Adapun pengkajian pada klien dengan stroke  (Doenges dkk, 1999) adalah :
a.         Aktivitas/ Istirahat
Gejala: merasa kesulitan untuk melakukan aktivitas karena kelemahan, kehilangan sensasi atau paralisis (hemiplegia), merasa mudah lelah, susah untuk beristirahat (nyeri/ kejang otot).

Tanda:  gangguan tonus otot, paralitik (hemiplegia), dan terjadi kelemahan umum, gangguan penglihatan, gangguan tingkat kesadaran.

b.         Sirkulasi
Gejala:  adanya penyakit jantung, polisitemia, riwayat hipotensi postural.
Tanda:             hipertensi arterial sehubungan dengan adanya embolisme/ malformasi vaskuler, frekuensi nadi bervariasi, dan disritmia.

c.         Integritas Ego
Gejala: perasaan tidak berdaya, perasaan putus asa
Tanda: emosi yang labil dan ketidaksiapan untuk marah, sedih, dan gembira, kesulitan untuk mengekspresikan diri.

d.        Eliminasi
Gejala: perubahan pola berkemih
Tanda: distensi abdomen dan kandung kemih, bising usus negatif.

e.         Makanan/ Cairan
Gejala: nafsu makan hilang, mual muntah selama fase akut, kehilangan sensasi pada lidah, dan tenggorokan, disfagia, adanya riwayat diabetes, peningkatan lemak dalam darah.
Tanda: kesulitan menelan, obesitas.

f.         Neurosensori
Gejala: sakit kepala, kelemahan/ kesemutan, hilangnya rangsang sensorik kontralateral pada ekstremitas, penglihatan menurun, gangguan rasa pengecapan dan penciuman.

Tanda: status mental/ tingkat kesadaran biasanya terjadi koma pada tahap awal hemoragis, gangguan fungsi kognitif, pada wajah terjadi paralisis, afasia, ukuran/ reaksi pupil tidak sama, kekakuan, kejang.

g.         Kenyamanan / Nyeri
Gejala: sakit kepala dengan intensitas yang berbeda-beda
Tanda: tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan pada otot

h.        Pernapasan
Gejala: merokok
Tanda: ketidakmampuan menelan/ batuk/ hambatan jalan nafas, timbulnya pernafasan sulit, suara nafas terdengar ronchi.

i.          Keamanan
Tanda: masalah dengan penglihatan, perubahan  sensori persepsi terhadap orientasi tempat tubuh, tidak mampu mengenal objek, gangguan berespons terhadap panas dan dingin, kesulitan dalam menelan, gangguan dalam memutuskan.

j.           Interaksi Sosial
Tanda: masalah bicara, ketidakmampuan untuk berkomunikasi

k.         Penyuluhan/ Pembelajaran
Gejala: adanya riwayat hipertensi pada keluarga, stroke, pemakaian kontrasepsi oral, kecanduan alkohol.

  1. Diagnosa Keperawatan
       Setelah data-data dikelompokkan, kemudian dilanjutkan dengan perumusan diagnosa. Diagnosa keperawatan adalah cara mengidentifikasi, memfokuskan, dan mengatasi kebutuhan spesifik pasien serta respons terhadap masalah aktual dan resiko tinggi  (Doenges dkk, 1999). Untuk membuat diagnosis keperawatan yang akurat, perawat harus mampu melakukan hal berikut yaitu mengumpulkan data yang valid dan berkaitan, mengelompokkan data, membedakan diagnosis keperawatan dari masalah kolaboratif, merumuskan diagnosis keperawatan dengan tepat, dan memilih diagnosis prioritas (Carpenito & Moyet, 2007). Diagnosa keperawatan pada klien dengan Stroke (Doenges dkk, 1999) meliputi :

                    a.  Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan:
1)    Interupsi aliran darah
2)   Gangguan oklusif, hemoragi
3)   Vasospasme serebral
4)   Edema serebral

b.  Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan:
1)  Kerusakan neuromuskuler
2)  Kelemahan, parestesia
3)  Paralisis spastic
4)  Kerusakan perseptual/ kognitif

c.   Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan
1)  Kerusakan sirkulasi serebral
2)  Kerusakan neuromuskuler
3) Kehilangan tonus otot/ kontrol otot fasial
4) Kelemahan/ kelelahan

d.  Perubahan sensori persepsi berhubungan dengan:
1) Perubahan resepsi sensori, transmisi, integrasi (trauma neurologis atau defisit)
2)  Stress psikologis (penyempitan lapang perseptual yang disebabkan oleh ansietas)

e.  Kurang perawatan diri berhubungan dengan:
1)   Kerusakan neuromuskuler, penurunan kekuatan dan ketahanan, kehilangan kontrol/ koordinasi otot
2)  Kerusakan perseptual/ kognitif
3)  Nyeri/ ketidaknyamanan
4)  Depresi

f.    Gangguan harga diri berhubungan dengan:
1)  Perubahan biofisik, psikososial, perseptual kognitif

g.  Resiko tinggi kerusakan menelan berhubungan dengan:
1) Kerusakan neuromuskuler/ perceptual

h.  Kurang pengetahuan tentang kondisi dan pengobatan berhubungan dengan:
1)  Kurang pemajanan
2)   Keterbatasan kognitif, kesalahan interprestasi informasi, kurang mengingat
3)  Tidak mengenal sumber-sumber informasi


            3.      Perencanaan
              Perencanaan adalah kategori dari perilaku keperawatan dimana tujuan yang berpusat pada klien dan hasil yang diperkirakan ditetapkan dan intervensi keperawatan dipilih untuk mencapai tujuan tersebut (Potter & Perry, 2005). Perencanaan merupakan langkah awal dalam menentukan apa yang dilakukan untuk membantu klien dalam memenuhi serta mengatasi masalah keperawatan yang telah ditentukan. Tahap perencanaan keperawatan adalah menentukan prioritas diagnosa keperawatan, penetapan kriteria evaluasi dan merumuskan intervensi keperawatan. 

Tujuan yang ditetapkan harus sesuai dengan SMART, yaitu spesific (khusus), messeurable (dapat diukur), acceptable (dapat diterima), reality (nyata) dan time (terdapat kriteria waktu). Kriteria hasil merupakan tujuan ke arah mana perawatan kesehatan  diarahkan dan merupakan dasar untuk memberikan asuhan keperawatan komponen pernyataan kriteria hasil.

Rencana tindakan keperawatan yang disusun pada klien dengan Stroke ( Doenges dkk, 1999) adalah sebagai berikut :
A. Diagnosa keperawatan pertama: perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan oedema serebral.
1)   Tujuan; kesadaran penuh, tidak gelisah
2)  Kriteria hasil tingkat kesadaran membaik, tanda-tanda vital stabil tidak ada tanda- tanda peningkatan tekanan intrakranial.

3)   Intervensi;
a)        Pantau/catat status neurologis secara teratur dengan skala koma glascow
       Rasional:  Mengkaji adanya kecenderungan pada tingkat kesadaran.
b)        Pantau tanda-tanda vital terutama tekanan darah.
                                                      Rasional:  autoregulasi mempertahankan aliran darah otak yang konstan.
c)        Pertahankan keadaan tirah baring.
Rasional:  aktivitas/ stimulasi yang kontinu dapat meningkatkan Tekanan Intra     Kranial (TIK).
d)       Letakkan kepala dengan posisi agak ditinggikkan dan dalam posisi anatomis (netral).
Rasional:  menurunkan tekanan arteri dengan meningkatkan drainase dan   meningkatkan sirkulasi/ perfusi serebral.
e)        Berikan obat sesuai indikasi: contohnya antikoagulan (heparin)
Rasional: meningkatkan/ memperbaiki aliran darah serebral dan selanjutnya dapat    mencegah pembekuan.

B.         Diagnosa keperawatan kedua: kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan   kelemahan.
1)          Tujuan; dapat melakukan aktivitas secara minimum
2)        Kriteria hasil mempertahankan posisi yang optimal, meningkatkan kekuatan dan   fungsi bagian tubuh yang terkena, mendemonstrasikan perilaku yang memungkinkan aktivitas.

3)        Intervensi;
a)        Kaji kemampuan klien dalam melakukan aktifitas
Rasional: mengidentifikasi kelemahan/ kekuatan dan dapat memberikan informasi   bagi pemulihan
b)        Ubah posisi minimal setiap 2 jam (telentang, miring)
        Rasional: menurunkan resiko terjadinya trauma/ iskemia jaringan.
c)        Mulailah melakukan latihan rentang gerak aktif dan pasif pada semua ekstremitas
Rasional: meminimalkan atrofi otot, meningkatkan sirkulasi, membantu mencegah kontraktur.
d)       Anjurkan pasien untuk membantu pergerakan dan latihan dengan menggunakan ekstremitas yang tidak sakit.
Rasional: dapat berespons dengan baik jika daerah yang sakit tidak menjadi lebih terganggu.
e)        Konsultasikan dengan ahli fisioterapi secara aktif, latihan resistif, dan ambulasi   pasien.
Rasional: program khusus dapat dikembangkan untuk menemukan kebutuhan yang berarti/ menjaga kekurangan tersebut dalam keseimbangan, koordinasi, dan kekuatan.

C.       Diagnosa keperawatan ketiga: kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler.
1)    Tujuan; dapat berkomunikasi sesuai dengan keadaannya.
2)    Kriteria hasil; Klien dapat mengemukakan bahasa isyarat dengan tepat, terjadi kesapahaman bahasa antara klien, perawat dan keluarga

3)    Intervensi;
a)        Kaji tingkat kemampuan klien dalam berkomunikasi
Rasional: Perubahan dalam isi kognitif dan bicara merupakan indikator dari derajat       gangguan serebral
            b)        Minta klien untuk mengikuti perintah sederhana
                                         Rasional:  melakukan penilaian terhadap adanya kerusakan sensorik
c)        Tunjukkan objek dan minta pasien menyebutkan nama benda tersebut
                    Rasional: Melakukan penilaian terhadap adanya kerusakan motorik
d)       Ajarkan klien tekhnik berkomunikasi non verbal (bahasa isyarat)
                                         Rasional:   bahasa isyarat dapat membantu untuk menyampaikan isi pesan yang dimaksud
e)        Konsultasikan dengan/ rujuk kepada ahli terapi wicara.
Rasional:  untuk mengidentifikasi kekurangan/ kebutuhan terapi.

D.        Diagnosa keperawatan keempat: perubahan sensori persepsi berhubungan dengan    stress psikologis.
1)    Tujuan; tidak ada perubahan perubahan persepsi.
 2)     Kriteria hasil mempertahankan tingkat kesadarann dan fungsi perseptual,  mengakui perubahan dalam kemampuan.

3)     Intervensi;
a)      Kaji kesadaran sensorik seperti membedakan panas/ dingin, tajam/ tumpul, rasa persendian.
Rasional:  penurunan kesadaran terhadap sensorik dan kerusakan perasaan kinetic   berpengaruh buruk terhadap keseimbangan.
b)      Catat terhadap tidak adanya perhatian pada bagian tubuh
Rasional:  adanya agnosia (kehilangan pemahaman  terhadap pendengaran,    penglihatan, atau sensasi yang lain)
c)      Berikan stimulasi terhadap rasa sentuhan seperti berikan pasien suatu benda untuk menyentuh dan meraba.
Rasional:  membantu melatih kembali jaras sensorik untuk mengintegrasikan persepsi dan interprestasi stimulasi.
d)     Anjurkan pasien untuk mengamati kakinya bila perlu dan menyadari posisi bagian tubuh tertentu.
Rasional:  penggunaan stimulasi penglihatan dan sentuhan membantu dalam mengintergrasikan kembali sisi yang sakit.
e)      Bicara dengan tenang dan perlahan dengan menggunakan kalimat yang pendek.
Rasional:   pasien mungkin mengalami keterbatasan dalam rentang perhatian atau masalah pemahaman.

E. Diagnosa keperawatan kelima: kurang perawatan diri berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler, penurunan kekuatan dan ketahanan, kehilangan kontrol/ koordinasi otot
1)     Tujuan; kebutuhan perawatan diri klien  terpenuhi
2)     Kriteria hasil klien bersih dan klien dapat melakukan kegiatan personal hygiene   secara minimal

3)     Intervensi;
            a)        Kaji kemampuan klien dan keluarga dalam perawatan diri.
                    Rasional: Jika klien tidak mampu perawatan diri perawat dan keluarga membantu dalam perawatan diri
b)        Bantu klien dalam personal hygiene.
                                       Rasional: Klien terlihat bersih dan rapi dan memberi rasa nyaman pada klien
            c)        Rapikan klien jika klien terlihat berantakan dan ganti pakaian klien setiap hari
Rasional: Memberi kesan yang indah dan klien tetap terlihat rapi
d)       Libatkan keluarga dalam melakukan personal hygiene
Rasional: ukungan keluarga sangat dibutuhkan dalam program peningkatan aktivitas      klien
e)        Konsultasikan dengan ahli fisioterapi/ ahli terapi okupasi
Rasional:  memberikan bantuan yang mantap untuk mengembangkan rencana terapi dan

4.      Implementasi
Tindakan keperawatan (implementasi) adalah kategori dari perilaku keperawatan dimana tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan dilakukan dan diselesaikan. Implementasi mencakup melakukan, membantu, atau mengarahkan kinerja aktivitas kehidupan sehari-hari, memberikan asuhan perawatan untuk tujuan yang berpusat pada klien (Potter & Perry, 2005). Pelaksanaan keperawatan merupakan tahapan pemberian tindakan keperawatan untuk mengatasi permasalahan penderita secara terarah dan komprehensif, berdasarkan rencana tindakan yang telah ditetapkan sebelumnya.

Pelaksanaan keperawatan pada Stroke dikembangkan untuk memantau tanda-tanda vital, melakukan latihan rentang pergerakan sendi aktif dan pasif, meminta klien untuk mengikuti perintah sederhana, memberikan stimulus terhadap sentuhan, membantu klien dalam personal hygiene, dan menjelaskan tentang penyakit, perawatan dan pengobatan stroke.

5.   Evaluasi
Evaluasi adalah respons pasien terhadap terapi dan kemajuan mengarah pencapaian hasil yang diharapkan. Aktivitas ini berfungsi sebagai umpan balik dan bagian kontrol proses keperawatan, melalui mana status pernyataan diagnostik pasien secara individual dinilai untuk diselesaikan, dilanjutkan, atau memerlukan perbaikan (Doenges dkk, 1999).

Evaluasi asuhan keperawatan sebagai tahap akhir dari proses keperawatan yang bertujuan untuk menilai hasil akhir dan seluruh tindakan keperawatan yang telah dilakukan. Evaluasi ini bersifat sumatif, yaitu evaluasi yang dilakukan sekaligus pada akhir dari semua tindakan keperawatan yang telah dilakukan dan telah disebut juga evaluasi pencapaian jangka panjang.

Kriteria hasil dari tindakan keperawatan yang di harapkan pada pasien stroke adalah mempertahankan tingkat kesadaran dan tanda-tanda vital stabil, kekuatan otot bertambah dan dapat beraktivitas secara minimal, dapat berkomunikasi sesuai dengan kondisinya, mempertahankan fungsi perseptual, dapat melakukan aktivitas perawatan diri secara mandiri, klien dapat mengungkapakan penerimaaan atas kondisinya, dan klien dapat memahami tentang kondisi dan cara pengobatannya. 

6.   Dokumentasi Keperawatan
Dokumentasi keperawatan merupakan aspek penting dari praktik keperawatan yaitu sebagai segala sesuatu yang tertulis atau tercetak yang dapat diandalkan sebagai catatan tentang bukti bagi individu yang berwenang. Dokumentasi keperawatan juga mendeskripsikan tentang status dan kebutuhan klien yang komprehensif, juga layanan yang diberikan untuk perawatan klien (Potter & Perry, 2005).