LAPORAN PENDAHULUAN STROKE
1.
Definisi
Secara umum gangguan pembuluh darah otak atau stroke merupakan gangguan
sirkulasi serebral. Merupakan suatu gangguan neurologik fokal yang dapat timbul
sekunder dari suatu proses patologis pada pembuluh darah serebral, misalnya
trombosis, embolus, ruptura dinding pembuluh atau penyakit vascular dasar,
misalnya aterosklerosis, arteritis, trauma, aneurisme dan kelainan
perkembangan.
Stroke dapat juga diartikan sebagai
gangguan fungsional otak yang bersifat :
Ø Fokal dan atau global
Ø Akut
Ø Berlangsung antara 24 jam atau lebih
Ø Disebabkan gangguan aliran darah
otak
Ø Tidak disebabkan karena
tumor/infeksi
Stroke dapat digolongkan sesuai
dengan etiologi atau dasar perjalanan penyakit. Sesuai dengan perjalanan
penyakit ,stroke dapat dibagi menjadi tiga jenis, yaitu :
a. Serangan iskemik sepintas/ TIA (
Trans Iskemik Attack) gangguan neurologis setempat yang terjadi selama beberapa
menit sampai beberapa jam saja. Gejala yang timbul akan hilang dengan spontan
dan sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam.
b. Progresif/ inevolution (stroke yang
sedang berkembang) stroke yang terjadi masih terus berkembang dimana gangguan
neurologis terlihat semakin berat dan bertambah buruk. Proses dapat berjalan 24
jam atau beberapa hari.
c. Stroke lengkap/completed : gangguan
neurologis maksimal sejak awal serangan dengan sedikit perbaikan. Stroke dimana
deficit neurologisnya pada saat onset lebih berat, bisa kemudian
membaik/menetap.
2.
Klasifikasi
Berdasarkan Patologis
a. Stroke haemorhagic: stroke yang
terjadi karena pembuluh darah di otak pecah sehingga timbul iskhemik dan
hipoksia di hilir. Penyebab stroke hemoragi antara lain: hipertensi, pecahnya
aneurisma, malformasi arteri venosa. Biasanya kejadiannya saat melakukan
aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat istirahat. Kesadaran
pasien umumnya menurun.
b. Stroke non haemorhagic: dapat berupa
iskemia atau emboli dan thrombosis serebral, biasanya terjadi saat setelah lama
beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari. Tidak terjadi perdarahan
namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul
edema sekunder . Kesadaran umummnya baik.
3.
Etiologi
Beberapa keadaan dibawah ini dapat menyebabkan stroke antara lain:
a. Thrombosis Cerebral.
Thrombosis ini terjadi pada pembuluh
darah yang mengalami oklusi sehingga menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapa
menimbulkan oedema dan kongesti di sekitarnya.Thrombosis biasanya terjadi pada
orang tua yang sedang tidur atau bangun tidur. Hal ini dapat terjadi karena
penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan darah yang dapat menyebabkan
iskemi serebral.Tanda dan gejala neurologis seringkali memburuk pada 48 jam
sete;ah thrombosis.
Beberapa keadaan dibawah ini dapat
menyebabkan thrombosis otak :
v Atherosklerosis
Atherosklerosis adalah mengerasnya
pembuluh darah serta berkurangnya kelenturan atau elastisitas dinding pembuluh
darah. Manifestasi klinis atherosklerosis bermacam-macam. Kerusakan dapat
terjadi melalui mekanisme berikut :
·
Lumen
arteri menyempit dan mengakibatkan berkurangnya aliran darah.
·
Oklusi
mendadak pembuluh darah karena terjadi thrombosis.
Merupakan tempat terbentuknya thrombus, kemudian melepaskan kepingan
thrombus (embolus).
·
Dinding
arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma kemudian robek dan terjadi
perdarahan.
v Hypercoagulasi pada polysitemia
Darah
bertambah kental , peningkatan viskositas /hematokrit meningkat dapat
melambatkan aliran darah serebral.
v Arteritis( radang pada arteri )
a.
Emboli
Emboli serebral merupakan
penyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan darah, lemak dan udara. Pada umumnya
emboli berasal dari thrombus di jantung yang terlepas dan menyumbat sistem
arteri serebral. Emboli tersebut berlangsung cepat dan gejala timbul kurang
dari 10-30 detik. Beberapa keadaan dibawah ini dapat menimbulkan emboli :
·
Katup-katup
jantung yang rusak akibat Rheumatik Heart Desease.(RHD).
·
Myokard
infark
·
Fibrilasi,Keadaan
aritmia menyebabkan berbagai bentuk pengosongan ventrikel sehingga darah
terbentuk gumpalan kecil dan sewaktu-waktu kosong sama sekali dengan
mengeluarkan embolus-embolus kecil.
·
Endokarditis
oleh bakteri dan non bakteri, menyebabkan terbentuknya gumpalan-gumpalan pada
endocardium.
b.
Haemorhagic
Perdarahan intrakranial atau
intraserebral termasuk perdarahan dalam ruang subarachnoid atau kedalam
jaringan otak sendiri. Perdarahan ini dapat terjadi karena atherosklerosis dan
hypertensi. Akibat pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan perembesan darah
kedalam parenkim otak yang dapat mengakibatkan penekanan, pergeseran dan
pemisahan jaringan otak yang berdekatan ,sehingga otak akan membengkak,
jaringan otak tertekan, sehingga terjadi infark otak, oedema, dan mungkin
herniasi otak.
Penyebab perdarahan otak yang paling
lazim terjadi :
·
Aneurisma
Berry,biasanya defek kongenital.
·
Aneurisma
fusiformis dari atherosklerosis.
·
Aneurisma
myocotik dari vaskulitis nekrose dan emboli septis.
·
Malformasi
arteriovenous, terjadi hubungan persambungan pembuluh darah arteri, sehingga
darah arteri langsung masuk vena.
·
Ruptur
arteriol serebral, akibat hipertensi yang menimbulkan penebalan dan degenerasi
pembuluh darah.
c.
hipoksia
umum
ü Hipertensi yang parah.
ü Cardiac Pulmonary Arrest
ü Cardiac output turun akibat aritmia
d.
Hipoksia
setempat
ü Spasme arteri serebral , yang
disertai perdarahan subarachnoid.
ü Vasokontriksi arteri otak disertai
sakit kepala migrain.
4.
Faktor
Predisposisi/Faktor Pencetus
Faktor-faktor resiko stroke dapat
dikelompokan sebagai berikut :
a. Akibat adanya kerusakan pada arteri,
yairtu usia, hipertensi dan DM.
b. Penyebab timbulnya thrombosis,
polisitemia.
c. Penyebab emboli MCI. Kelainan katup,
heart tidak teratur atau jenis penyakit jantung lainnya.
d. Penyebab haemorhagic, tekanan darah
terlalu tinggi, aneurisma pada arteri dan penurunan faktor pembekuan darah
(leukemia, pengobatan dengan anti koagulan).
e. Bukti-bukti yang menyatakan telah
terjadi kerusakan pembuluh darah arteri sebelumnya : penyakit jantung angina,
TIA., suplai darah menurun pada ektremitas.
5.
Tanda
dan Gejala
Stroke menyebabkan defisit
nuurologik, bergantung pada lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat),
ukuran area yang perfusinya tidak adekuat dan jumlah aliran darah kolateral.
Stroke akan meninggalkan gejala sisa karena fungsi otak tidak akan membaik
sepenuhnya.
a. Kelumpuhan pada salah satu sisi
tubuh (hemiparese atau hemiplegia)
b. Lumpuh pada salah satu sisi wajah
“Bell’s Palsy
c. Tonus otot lemah atau kaku
d. Menurun atau hilangnya rasa
e. Gangguan lapang pandang “Homonimus
Hemianopsia”
f. Gangguan bahasa (Disatria: kesulitan
dalam membentuk kata; afhasia atau disfasia: bicara defeksif/kehilangan bicara)
g. Gangguan persepsi
h. Gangguan status mental
6.
Faktor
resiko
a. Yang tidak dapat
dikendalikan:
Ø Umur,
Ø Faktor familial dan
Ø Ras
b. Yang dapat
dikendalikan:
Ø Hipertensi,
Ø Penyakit kardiovaskuler (penyakit
arteri koronaria, gagal jantung kongestif, hipertrofi ventrikel kiri, fibrilasi
atrium, penyakit jantung kongestif),
Ø Kolesterol tinggi,
Ø Obesitas,
Ø Kadar hematokrit tinggi,
Ø Diabetes,
Ø Kontrasepsi oral,
Ø Merokok,
Ø Penyalahgunaan obat,
Ø Konsumsi alcohol.
7.
Patofisiologi
Otak sangat tergantung kepada oksigen, bila terjadi anoksia
seperti yang terjadi pada stroke di otak mengalami perubahan metabolik,
kematian sel dan kerusakan permanen yang terjadi dalam 3 sampai dengan 10 menit
(non aktif total). Pembuluh darah yang paling sering terkena ialah arteri
serebral dan arteri karotis Interna.
Adanya gangguan peredaran darah otak dapat menimbulkan jejas
atau cedera pada otak melalui empat mekanisme, yaitu :
Ø Penebalan dinding arteri serebral yang menimbulkan
penyempitan sehingga aliran darah dan suplainya ke sebagian otak tidak adekuat,
selanjutnya akan mengakibatkan perubahan-perubahan iskemik otak.
Ø Pecahnya dinding arteri serebral akan menyebabkan bocornya
darah ke kejaringan (hemorrhage).
Ø Pembesaran sebuah atau sekelompok pembuluh darah yang
menekan jaringan otak.
Ø Edema serebri yang merupakan pengumpulan cairan di ruang
interstitial jaringan otak.
Konstriksi
lokal sebuah arteri mula-mula menyebabkan sedikit perubahan pada aliran darah
dan baru setelah stenosis cukup hebat dan melampaui batas kritis terjadi
pengurangan darah secara drastis dan cepat. Oklusi suatu arteri otak akan
menimbulkan reduksi suatu area dimana jaringan otak normal sekitarnya yang
masih mempunyai pendarahan yang baik berusaha membantu suplai darah melalui
jalur-jalur anastomosis yang ada. Perubahan awal yang terjadi pada korteks
akibat oklusi pembuluh darah adalah gelapnya warna darah vena, penurunan
kecepatan aliran darah dan sedikit dilatasi arteri serta arteriole. Selanjutnya
akan terjadi edema pada daerah ini. Selama berlangsungnya perisriwa ini,
otoregulasi sudah tidak berfungsi sehingga aliran darah mengikuti secara pasif
segala perubahan tekanan darah arteri.. Berkurangnya aliran darah serebral
sampai ambang tertentu akan memulai serangkaian gangguan fungsi neural dan
terjadi kerusakan jaringan secara permanen.
Skema
Patofisiologi
Sumber : Satyanegara, 1998 (Wanhari, 2008).
8.
Komplikasi
Komplikasi
yang dapat terjadi pada penyakit stroke menurut Smeltzer & Bare (2002)
adalah:
Ø Hipoksia serebral, diminimalkan dengan memberi oksigenasi
darah adekuat ke otak. Fungsi otak bergantung pada ketersediaan oksigen yang
dikirimkan ke jaringan. Pemberian oksigen suplemen dan mempertahankan
hemoglobin serta hematokrit pada tingkat dapat diterima akan membantu dalam
mempertahankan oksigenasi jaringan.
Ø Penurunan aliran darah serebral, bergantung pada tekanan
darah, curah jantung, dan integritas pembuluh darah serebral. Hidrasi adekuat
(cairan intrvena) harus menjamin penurunan viskositas darah dan memperbaiki
aliran darah serebral. Hipertensi dan hipotensi ekstrim perlu dihindari untuk
mencegah perubahan pada aliran darah serebral dan potensi meluasnya area
cedera.
Ø Embolisme serebral, dapat terjadi setelah infark miokard
atau fibrilasi atrium atau dapat berasal dari katup jantung prostetik.
Embolisme akan menurunkan aliran darah ke otak dan selanjutnya akan menurunkan
aliran darah serebral. Disritmia dapat mengakibatkan curah jantung tidak
konsisten dan penghentian trombus lokal. Selain itu, disritmia dapat
menyebabkan embolus serebral dan harus diperbaiki.
9.
Penatalaksanaan Medis
Penatalaksaan medis menurut menurut Smeltzer & Bare
(2002) meliputi:
v Diuretik untuk menurunkan edema serebral yang mencapai
tingkat maksimum 3 sampai 5 hari setelah infark serebral.
v Antikoagulan untuk mencegah terjadinya thrombosis atau
embolisasi dari tempat lain dalam sistem kardiovaskuler.
v Antitrombosit karena trombosit memainkan peran sangat
penting dalam pembentukan thrombus dan embolisasi.
10. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut (Doenges dkk, 1999) pemeriksaan diagnostik yang
dapat dilakukan pada penyakit stroke adalah:
v Angiografi serebral: membantu menentukan penyebab stroke
secara spesifik seperti perdarahan, obstruksi arteri atau adanya titik oklusi/
ruptur.
v CT-scan:
memperhatikan adanya edema, hematoma, iskemia, dan adanya infark.
v Pungsi lumbal: menunjukkan adanya tekanan normal dan
biasanya ada thrombosis, emboli serebral, dan TIA (Transient Ischaemia Attack) atau serangan iskemia otak sepintas. Tekanan meningkat dan cairan yang
mengandung darah menunjukkan adanya hemoragik subarakhnoid atau perdarahan
intra kranial. Kadar protein total meningkat pada kasus thrombosis sehubungan
dengan adanya proses inflamasi.
v MRI (Magnetic
Resonance Imaging): menunjukkan daerah yang mengalami infark, hemoragik,
dan malformasi arteriovena.
v Ultrasonografi Doppler: mengidentifikasi penyakit
arteriovena.
v EEG (Electroencephalography):
mengidentifikasi penyakit didasarkan pada gelombang otak dan mungkin memperlihatkan
daerah lesi yang spesifik.
v Sinar X: menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal
daerah yang berlawanan dari massa yang meluas, kalsifikasi karotis interna
terdapat pada thrombosis serebral.
Konsep
Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian
adalah langkah awal dan dasar bagi seorang perawat dalam melakukan pendekatan
secara sistematis untuk mengumpulkan data dan menganalisa, sehingga dapat
diketahui kebutuhan klien tersebut. Pengumpulan data yang akurat dan sistematis
akan membantu menentukan status kesehatan dan pola pertahanan klien serta
memudahkan menentukan status kesehatan dan pola pertahanan klien serta
memudahkan dalam perumusan diagnosa keperawatan (Doenges dkk, 1999).
Adapun pengkajian
pada klien dengan stroke (Doenges dkk,
1999) adalah :
a.
Aktivitas/ Istirahat
Gejala: merasa kesulitan untuk melakukan aktivitas
karena kelemahan, kehilangan sensasi atau paralisis (hemiplegia), merasa mudah
lelah, susah untuk beristirahat (nyeri/ kejang otot).
Tanda: gangguan
tonus otot, paralitik (hemiplegia), dan terjadi kelemahan umum, gangguan
penglihatan, gangguan tingkat kesadaran.
b.
Sirkulasi
Gejala: adanya
penyakit jantung, polisitemia, riwayat hipotensi postural.
Tanda: hipertensi arterial sehubungan dengan
adanya embolisme/ malformasi vaskuler, frekuensi nadi bervariasi, dan
disritmia.
c.
Integritas Ego
Gejala: perasaan
tidak berdaya, perasaan putus asa
Tanda: emosi yang
labil dan ketidaksiapan untuk marah, sedih, dan gembira, kesulitan untuk
mengekspresikan diri.
d. Eliminasi
Gejala: perubahan
pola berkemih
Tanda: distensi
abdomen dan kandung kemih, bising usus negatif.
e.
Makanan/ Cairan
Gejala: nafsu
makan hilang, mual muntah selama fase akut, kehilangan sensasi pada lidah, dan
tenggorokan, disfagia, adanya riwayat diabetes, peningkatan lemak dalam darah.
Tanda: kesulitan
menelan, obesitas.
f.
Neurosensori
Gejala: sakit
kepala, kelemahan/ kesemutan, hilangnya rangsang sensorik kontralateral pada
ekstremitas, penglihatan menurun, gangguan rasa pengecapan dan penciuman.
Tanda: status
mental/ tingkat kesadaran biasanya terjadi koma pada tahap awal hemoragis,
gangguan fungsi kognitif, pada wajah terjadi paralisis, afasia, ukuran/ reaksi
pupil tidak sama, kekakuan, kejang.
g.
Kenyamanan / Nyeri
Gejala: sakit
kepala dengan intensitas yang berbeda-beda
Tanda: tingkah
laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan pada otot
h.
Pernapasan
Gejala: merokok
Tanda: ketidakmampuan
menelan/ batuk/ hambatan jalan nafas, timbulnya pernafasan sulit, suara nafas
terdengar ronchi.
i.
Keamanan
Tanda: masalah
dengan penglihatan, perubahan sensori
persepsi terhadap orientasi tempat tubuh, tidak mampu mengenal objek, gangguan
berespons terhadap panas dan dingin, kesulitan dalam menelan, gangguan dalam
memutuskan.
j.
Interaksi Sosial
Tanda: masalah
bicara, ketidakmampuan untuk berkomunikasi
k.
Penyuluhan/ Pembelajaran
Gejala: adanya
riwayat hipertensi pada keluarga, stroke, pemakaian kontrasepsi oral, kecanduan
alkohol.
- Diagnosa
Keperawatan
Setelah data-data dikelompokkan,
kemudian dilanjutkan dengan perumusan diagnosa.
Diagnosa keperawatan adalah cara mengidentifikasi, memfokuskan, dan
mengatasi kebutuhan spesifik pasien serta respons terhadap masalah aktual dan
resiko tinggi (Doenges dkk, 1999). Untuk
membuat diagnosis keperawatan yang akurat, perawat harus mampu melakukan hal
berikut yaitu mengumpulkan data yang valid dan berkaitan, mengelompokkan data,
membedakan diagnosis keperawatan dari masalah kolaboratif, merumuskan diagnosis
keperawatan dengan tepat, dan memilih diagnosis prioritas (Carpenito &
Moyet, 2007). Diagnosa keperawatan pada klien dengan Stroke (Doenges dkk, 1999)
meliputi :
a. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan:
1)
Interupsi aliran darah
2) Gangguan
oklusif, hemoragi
3) Vasospasme
serebral
4) Edema
serebral
b. Kerusakan mobilitas fisik
berhubungan dengan:
1) Kerusakan
neuromuskuler
2)
Kelemahan, parestesia
3)
Paralisis spastic
4)
Kerusakan perseptual/ kognitif
c. Kerusakan komunikasi verbal
berhubungan dengan
1)
Kerusakan sirkulasi serebral
2)
Kerusakan neuromuskuler
3)
Kehilangan tonus otot/ kontrol otot fasial
4)
Kelemahan/ kelelahan
d. Perubahan sensori persepsi
berhubungan dengan:
1)
Perubahan resepsi sensori, transmisi, integrasi (trauma neurologis atau
defisit)
2)
Stress psikologis (penyempitan lapang perseptual yang disebabkan oleh ansietas)
e. Kurang perawatan diri berhubungan dengan:
1) Kerusakan neuromuskuler, penurunan
kekuatan dan ketahanan, kehilangan kontrol/ koordinasi otot
2) Kerusakan
perseptual/ kognitif
3) Nyeri/
ketidaknyamanan
4) Depresi
f. Gangguan
harga diri berhubungan dengan:
1) Perubahan
biofisik, psikososial, perseptual kognitif
g. Resiko tinggi kerusakan menelan berhubungan dengan:
1)
Kerusakan neuromuskuler/ perceptual
h. Kurang pengetahuan tentang kondisi
dan pengobatan berhubungan dengan:
1)
Kurang pemajanan
2)
Keterbatasan kognitif, kesalahan interprestasi informasi, kurang mengingat
3)
Tidak mengenal sumber-sumber informasi
3.
Perencanaan
Perencanaan adalah kategori dari perilaku keperawatan dimana
tujuan yang berpusat pada klien dan hasil yang diperkirakan ditetapkan dan
intervensi keperawatan dipilih untuk mencapai tujuan tersebut (Potter &
Perry, 2005). Perencanaan merupakan langkah awal dalam menentukan apa yang
dilakukan untuk membantu klien dalam memenuhi serta mengatasi masalah
keperawatan yang telah ditentukan. Tahap perencanaan keperawatan adalah
menentukan prioritas diagnosa keperawatan, penetapan kriteria evaluasi dan
merumuskan intervensi keperawatan.
Tujuan
yang ditetapkan harus sesuai dengan SMART, yaitu spesific (khusus), messeurable
(dapat diukur), acceptable (dapat
diterima), reality (nyata) dan time (terdapat kriteria waktu). Kriteria
hasil merupakan tujuan ke arah mana perawatan kesehatan diarahkan dan merupakan dasar untuk
memberikan asuhan keperawatan komponen pernyataan kriteria hasil.
Rencana tindakan keperawatan yang disusun pada klien dengan
Stroke ( Doenges dkk, 1999) adalah sebagai berikut :
A. Diagnosa keperawatan pertama: perubahan perfusi
jaringan serebral berhubungan dengan oedema serebral.
1) Tujuan; kesadaran penuh, tidak gelisah
2) Kriteria
hasil tingkat kesadaran membaik, tanda-tanda vital stabil tidak ada tanda- tanda
peningkatan tekanan intrakranial.
3) Intervensi;
a)
Pantau/catat status neurologis secara teratur dengan skala koma glascow
Rasional: Mengkaji adanya kecenderungan pada tingkat
kesadaran.
b) Pantau
tanda-tanda vital terutama tekanan darah.
Rasional: autoregulasi mempertahankan aliran darah otak yang konstan.
c)
Pertahankan keadaan tirah baring.
Rasional: aktivitas/ stimulasi yang kontinu dapat meningkatkan Tekanan Intra Kranial (TIK).
d) Letakkan kepala
dengan posisi agak ditinggikkan dan dalam posisi anatomis (netral).
Rasional: menurunkan tekanan arteri dengan meningkatkan drainase dan meningkatkan sirkulasi/ perfusi serebral.
e) Berikan
obat sesuai indikasi: contohnya antikoagulan (heparin)
Rasional: meningkatkan/ memperbaiki aliran darah serebral dan selanjutnya
dapat mencegah pembekuan.
B.
Diagnosa keperawatan kedua: kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan.
1)
Tujuan; dapat melakukan aktivitas secara minimum
2)
Kriteria hasil mempertahankan posisi yang optimal, meningkatkan kekuatan dan fungsi bagian tubuh yang terkena,
mendemonstrasikan perilaku yang memungkinkan aktivitas.
3)
Intervensi;
a) Kaji kemampuan klien dalam melakukan aktifitas
Rasional: mengidentifikasi kelemahan/ kekuatan dan dapat memberikan
informasi bagi pemulihan
b) Ubah posisi
minimal setiap 2 jam (telentang, miring)
Rasional: menurunkan resiko terjadinya trauma/ iskemia
jaringan.
c) Mulailah
melakukan latihan rentang gerak aktif dan pasif pada semua ekstremitas
Rasional: meminimalkan atrofi otot, meningkatkan sirkulasi, membantu mencegah
kontraktur.
d)
Anjurkan pasien untuk membantu pergerakan dan latihan dengan menggunakan
ekstremitas yang tidak sakit.
Rasional: dapat berespons dengan baik jika daerah yang
sakit tidak menjadi lebih terganggu.
e)
Konsultasikan dengan ahli fisioterapi secara aktif, latihan resistif, dan
ambulasi pasien.
Rasional: program khusus dapat dikembangkan untuk menemukan
kebutuhan yang berarti/ menjaga kekurangan tersebut dalam keseimbangan,
koordinasi, dan kekuatan.
C. Diagnosa
keperawatan ketiga: kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan kerusakan
neuromuskuler.
1) Tujuan; dapat berkomunikasi sesuai dengan
keadaannya.
2) Kriteria
hasil; Klien dapat
mengemukakan bahasa isyarat dengan tepat, terjadi kesapahaman bahasa antara
klien, perawat dan keluarga
3) Intervensi;
a) Kaji tingkat
kemampuan klien dalam berkomunikasi
Rasional: Perubahan dalam isi kognitif dan bicara merupakan
indikator dari derajat gangguan
serebral
b)
Minta klien untuk mengikuti perintah sederhana
Rasional: melakukan penilaian terhadap adanya kerusakan sensorik
c)
Tunjukkan objek dan minta pasien menyebutkan nama benda tersebut
Rasional: Melakukan penilaian terhadap adanya kerusakan motorik
d)
Ajarkan klien tekhnik berkomunikasi non verbal (bahasa isyarat)
Rasional: bahasa isyarat dapat membantu untuk menyampaikan isi
pesan yang dimaksud
e)
Konsultasikan dengan/ rujuk kepada ahli terapi wicara.
Rasional: untuk mengidentifikasi kekurangan/ kebutuhan terapi.
D.
Diagnosa keperawatan keempat: perubahan sensori persepsi berhubungan dengan stress psikologis.
1) Tujuan; tidak ada perubahan
perubahan persepsi.
2)
Kriteria
hasil mempertahankan tingkat kesadarann dan fungsi perseptual, mengakui perubahan dalam kemampuan.
3) Intervensi;
a)
Kaji kesadaran sensorik seperti membedakan panas/ dingin, tajam/ tumpul, rasa
persendian.
Rasional: penurunan kesadaran terhadap sensorik dan
kerusakan perasaan kinetic berpengaruh
buruk terhadap keseimbangan.
b) Catat terhadap tidak
adanya perhatian pada bagian tubuh
Rasional: adanya agnosia (kehilangan pemahaman terhadap pendengaran, penglihatan, atau sensasi yang lain)
c)
Berikan stimulasi terhadap rasa sentuhan seperti berikan pasien suatu benda
untuk menyentuh dan meraba.
Rasional: membantu melatih kembali jaras sensorik untuk mengintegrasikan
persepsi dan interprestasi stimulasi.
d)
Anjurkan pasien untuk mengamati kakinya bila perlu dan menyadari posisi bagian
tubuh tertentu.
Rasional: penggunaan stimulasi penglihatan dan sentuhan
membantu dalam mengintergrasikan kembali sisi yang sakit.
e) Bicara dengan tenang
dan perlahan dengan menggunakan kalimat yang pendek.
Rasional: pasien
mungkin mengalami keterbatasan dalam rentang perhatian atau masalah pemahaman.
E. Diagnosa keperawatan kelima: kurang perawatan diri
berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler, penurunan kekuatan dan ketahanan,
kehilangan kontrol/ koordinasi otot
1) Tujuan; kebutuhan perawatan diri klien terpenuhi
2)
Kriteria
hasil klien bersih
dan klien dapat melakukan kegiatan personal hygiene secara minimal
3) Intervensi;
a)
Kaji kemampuan klien dan keluarga dalam perawatan diri.
Rasional: Jika
klien tidak mampu perawatan diri perawat dan keluarga membantu dalam perawatan
diri
b) Bantu klien
dalam personal hygiene.
Rasional: Klien terlihat
bersih dan rapi dan memberi rasa nyaman pada klien
c)
Rapikan klien jika klien terlihat berantakan dan ganti pakaian klien setiap
hari
Rasional: Memberi kesan yang indah dan klien tetap terlihat
rapi
d) Libatkan keluarga
dalam melakukan personal hygiene
Rasional: ukungan keluarga sangat dibutuhkan dalam program
peningkatan aktivitas klien
e) Konsultasikan
dengan ahli fisioterapi/ ahli terapi okupasi
Rasional: memberikan
bantuan yang mantap untuk mengembangkan rencana terapi dan
4.
Implementasi
Tindakan keperawatan (implementasi) adalah kategori dari
perilaku keperawatan dimana tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan
hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan dilakukan dan diselesaikan.
Implementasi mencakup melakukan, membantu, atau mengarahkan kinerja aktivitas
kehidupan sehari-hari, memberikan asuhan perawatan untuk tujuan yang berpusat
pada klien (Potter & Perry, 2005). Pelaksanaan keperawatan merupakan
tahapan pemberian tindakan keperawatan untuk mengatasi permasalahan penderita
secara terarah dan komprehensif, berdasarkan rencana tindakan yang telah
ditetapkan sebelumnya.
Pelaksanaan keperawatan pada Stroke dikembangkan untuk
memantau tanda-tanda vital, melakukan latihan rentang pergerakan sendi aktif
dan pasif, meminta klien untuk mengikuti
perintah sederhana, memberikan stimulus terhadap sentuhan, membantu klien dalam
personal hygiene, dan menjelaskan tentang penyakit, perawatan dan pengobatan stroke.
5. Evaluasi
Evaluasi
adalah respons pasien terhadap terapi dan kemajuan mengarah pencapaian hasil
yang diharapkan. Aktivitas ini berfungsi sebagai umpan balik dan bagian kontrol
proses keperawatan, melalui mana status pernyataan diagnostik pasien secara
individual dinilai untuk diselesaikan, dilanjutkan, atau memerlukan perbaikan
(Doenges dkk, 1999).
Evaluasi
asuhan keperawatan sebagai tahap akhir dari proses keperawatan yang bertujuan
untuk menilai hasil akhir dan seluruh tindakan keperawatan yang telah
dilakukan. Evaluasi ini bersifat sumatif, yaitu evaluasi yang dilakukan
sekaligus pada akhir dari semua tindakan keperawatan yang telah dilakukan dan
telah disebut juga evaluasi pencapaian jangka panjang.
Kriteria
hasil dari tindakan keperawatan yang di harapkan pada pasien stroke adalah
mempertahankan tingkat kesadaran dan tanda-tanda vital stabil, kekuatan otot
bertambah dan dapat beraktivitas secara minimal, dapat berkomunikasi sesuai
dengan kondisinya, mempertahankan fungsi perseptual, dapat melakukan aktivitas
perawatan diri secara mandiri, klien dapat mengungkapakan penerimaaan atas
kondisinya, dan klien dapat memahami tentang kondisi dan cara
pengobatannya.
6. Dokumentasi Keperawatan
Dokumentasi keperawatan merupakan aspek penting dari praktik
keperawatan yaitu sebagai segala sesuatu yang tertulis atau tercetak yang dapat
diandalkan sebagai catatan tentang bukti bagi individu yang berwenang.
Dokumentasi keperawatan juga mendeskripsikan tentang status dan kebutuhan klien
yang komprehensif, juga layanan yang diberikan untuk perawatan klien (Potter
& Perry, 2005).